Sabtu, 10 Juli 2010

Nasehat Dari TemanKu

"Orang yang tahu takkan lebih baik dari orang yang mengerti.

Orang yang mengerti takkan lebih baik dari orang menghayati.

Orang yang menghayati takkan lebih baik dari orang yang terbiasa. 

Bisa karena terbiasa. 

Dan terbiasa karena bisa."



"Dengan terbiasa untuk mengendalikan diri, kamu ibarat seseorang yang terbiasa mengendarai kendaraan. 

Hanya perlu memikirkan hendak pergi ke mana, bukan sibuk memikirkan bagaimana cara mengendarai kendaraan yang kamu naiki." 

Ada sebuah syair yang ditulis oleh penulis anonim, berjudul An Indian Prayer berbunyi demikian: ”I seek strength. Not to be greater than my brother, but to fight the greatest enemy, myself……” Syair ini saya temukan tertempel di kamar belajar seorang teman saya . Penyair ini telah menemukan rahasia terbesar kehidupan ini, yaitu pertempuran terus-menerus dengan dirinya sendiri.
Seseorang disebut ”kuat” ketika dia sudah menemukan cara untuk mengalahkan dan mengendalikan dirinya. Inilah hal yang kita sadari sangat kurang dalam diri kita. Mengalahkan dan mengendalikan diri, menurut JFC Fuller, seorang jenderal pada angkatan bersenjata Inggris, menunjukkan kebesaran karakter seseorang. Mengendalikan orang lain hanya menunjukkan sebagian kebaikan karakter kita. Jadi salah satu komponen yang penting dalam memperkaya kehidupan spiritual kita adalah pengendalian diri, yaitu mengalahkan musuh terbesar yaitu diri kita sendiri.
Lao Tsu, filsuf Cina, pernah mengatakan, ”Menundukkan orang lain membutuhkan tenaga. Menundukkan diri kita sendiri membutuhkan kekuatan.” Ternyata lebih mudah bagi kita untuk menundukkan orang lain daripada menundukkan diri sendiri. Seperti kita ketahui bahwa salah satu anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self awareness). Hal ini berarti kita memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri. Kesadaran diri membuat kita dapat sepenuhnya sadar terhadap seluruh perasaan dan emosi kita. Dengan senantiasa sadar akan keberadaan diri, kita dapat mengendalikan emosi dan perasaan kita.
Namun seringkali kita ”lupa” diri, sehingga lepas kendali atas emosi, perasaan dan keberadaan diri kita. Oleh karena itu agar dapat mengendalikan dan menguasai diri, kita harus senantiasa membuka kesadaran diri kita melalui upaya memasuki alam bawah sadar (frekuensi gelombang otak yang rendah) maupun suprasadar melalui meditasi.



Saya yakin, tidak ada kesuksesan yang didapat tanpa usaha, kerja keras, dan disiplin diri yang tinggi. 

Dan tidak ada kesuksesan yang bertahan lama tanpa dedikasi, profesionalisme dan integritas yang tinggi. 

Tapi percaya atau tidak percaya, penentu akhir dari semua kesuksesan ataupun setiap keputusan yang akan menghasilkan kesuksesan tersebut, bukanlah semua hal di atas. 
Penentu akhir dari kesuksesan adalah kemampuan untuk mengendalikan diri. 
Terdengar sederhana, terkesan mudah, tapi coba lakukan dengan refleks penuh, maka saya yakin kita semua sependapat, mengendalikan diri adalah hal tersulit. 

Mengendalikan diri termasuk mengendalikan ego, mengendalikan hawa nafsu, mengendalikan emosi, mengendalikan rasa iri, mengendalikan kemalasan, mengendalikan rasio, dan banyak lagi lainnya. 
Mengendalikan diri juga termasuk tidak memikirkan keuntungan diri sendiri, tidak membeli sesuatu hanya karena kesenangan dan keinginan semata, tidak mengeluh dan marah - marah tak jelas saat segalanya berjalan buruk, tidak takut salah dan kalah, tidak mengundur - undur segala hal yang harus diselesaikan sekarang, tidak terlambat saat janji, tidak moody, dan lainnya. 
Belum disebut semua saja, saya sudah menahan nafas karena rasanya di kepala saya terdengar suara.."itu semua kekurangan yg disebutin...., gue banget..." :)

Mengendalikan diri saya katakan sebagai hal tersulit, karena lawan yang dihadapi adalah diri sendiri.
Apakah kita akan mampu mengalahkan semua ego dan sifat buruk yang mendegradasi kemampuan kita, atau justru terbawa arus yang akhirnya akan menghancurkan semua sikap positif yang telah di bangun bertahun - tahun. 

Sebagaimana kita ketahui, memandang gajah di seberang sangatlah mudah, tapi memandang semut di pelupuk mata sangatlah sulit. Maka begitu juga yang terjadi, saat memandang dan mencari kesalahan orang lain adalah mudah, tapi melihat kesalahan dan kekurangan diri sendiri adalah sulit. 
Tanpa pengenalan kemampuan serta kekurangan diri yang benar, saya yakin kita tidak akan bisa mengendalikan diri sendiri. 

Biasanya pengendalian diri yang tersulit justru saat posisi kita sedang nyaman. 
Segalanya ada di tangan, dan semuanya hampir tercapai. Ibaratnya tinggal satu sentuhan terakhir. 
Mengapa? Karena cenderungnya saat segalanya berada dalam kendali kita, maka kita merasa berkuasa dan merasa semua yang kita putuskan akan menjadi benar.
Dan ibaratnya sedang bermain Uno Sticko (betul tidak ya tulisannya?), satu langkah salah, maka semua susunan akan rubuh tak bersisa. 
Tanpa pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada keputusan akhir yang bijaksana, taktis, dan sukses. 
Mungkin untuk lebih pastinya, tanpa membiasakan diri dengan pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada refleks untuk membuat keputusan dan bertindak penuh kebijaksanaan, taktis, dan sukses. 

Mengapa saya menggunakan kata 'membiasakan diri' sebelum 'pengendalian diri'?
Karena sangat perlu untuk membiasakan diri untuk menciptakan refleks tersebut pada saat - saat yang menentukan. Sebagaimana kita ketahui, 90% saat yang menentukan, datang tiba - tiba dan tanpa aba - aba. 
Hanya satu kali, dan setelah itu berlalu, maka lewat dan selesailah sudah. Kita sukses atau gagal. 
Kita semua juga tahu, tidak ada gunanya menyesali yang sudah terjadi. Maka jauh lebih penting untuk mempersiapkan apa yang belum dan akan terjadi. Itulah di mana fungsi membiasakan untuk menciptakan refleks itu diperlukan. 

Pengendalian diri tanpa membiasakan diri adalah sama seperti orang sakit flu yang pantang makan ice cream. Begitu sakitnya hilang, ia lupa, dan makan ice cream lagi banyak - banyak. 
Kesalahan yang sama memiliki tingkat persentase yang lebih tinggi untuk terulang kembali. Begitu juga dengan ketidaksuksesan dan kegagalan. 
Sedangkan orang yang terbiasa mengendalikan diri adalah orang yang mengetahui takaran secara refleks kapan, di mana, dan seberapa banyak ice cream yang bolek ia nikmati. (Ia nikmati, bukan ia makan) 
Kesalahan dan ketidaksuksesan memiliki persentase yang sangat kecil hingga tidak mungkin, untuk bisa terulang lagi. 

Dan satu yang pasti, percaya atau tidak percaya, dengan membiasakan untuk mengendalikan diri, maka kita telah mengerjakan separuh dari usaha, kerja keras, disiplin diri, dedikasi, profesionalisme, dan integritas diri yang diperlukan untuk mencapai sebuah kesuksesan. 
Tentu saja kesuksesan yang saya maksud adalah sukses dalam segala bidang termasuk usaha dan pekerjaan, hubungan antar manusia, dan yang paling berarti, yaitu: hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar