Senin, 31 Mei 2010

Kebahagiaan yang Jatuh Tempo


Ketika kita menjalani kehidupan ini, ada banyak kala kita dihadapkan dengan begitu banyak pilihan. Ada yang menyenangkan, ada yang kurang menyenangkan. Lagi-lagi, itu semua tergantung bagaimana kita memandangnya sebagai suatu pilihan. Ketika pilihan itu sudah hampir bulat kita putuskan dengan berbagai pertimbangan akan baik buruknya, tentu tidak sederhana permasalahan lain datang memaksa kita untuk memutuskan pilihan lainnya lagi.
Tidak ada satu orangpun di muka bumi ini yang bersedia melalui kesulitan jika dia tau akan adanya kemudahan dan kenikmatan. Saya dapat jamin hal ini. Ketika dia memutuskan untuk memilih jalan yang penuh dengan nikmat itu, saya yakinkan beberapa orang akan sangat bahagia dan sebagian lainnya juga turut bersyukur pada Tuhan. Ya, atas nikmat yang tiada tara. Berusaha begitu keras sehingga kenikmatan itu tidak lekas pergi dan berlalu. Semua orang menginginkan kebahagiaan itu menjadi bagian hidupnya, mungkin kalau bisa untuk selamanya.
Ketika manusia mulai terbiasa dengan kenikmatan-kenikmatan hidup, banyak yang mulai lupa dengan bagaimana rasanya kesusahan, dan menderita. Bagaimana rasanya ketika bukan kenikmatan yang ia dapatkan. Ya, manusiawi sekali adanya seperti itu. Hal yang berbahaya adalah ketika manusia mulai larut dalam pilihan bahagia, dan tidak lagi mempersiapkan dirinya atas kemungkinan atas pilihan lain, yang mungkin tidak menyenangkan. Ya, dengan kata lain, tidak siap atas kemungkinan terburuk.
Dalam keadaan seperti itu, banyak orang yang berhenti belajar memaknai kehidupan seperti yang seharusnya mereka tetap lakukan ketika dalam keadaan sulit. Ya, setiap orang yang dilanda kesulitan tentu akan selalu mencari pembelajaran atas musibah yang menimpa mereka, lagi-lagi itu sangat manusiawi. Dan hal ini akan membuat kita larut dalam bahagia dan ada dalam zona nyaman. Siapa yang mau keluar dari zona nyaman? Hanya mereka yang berani berinovasi saya rasa.
Ketika kebahagiaan itu sudah jatuh tempo, atau sudah tidak menjadi hak kita lagi, akankah kita siap menerima keburukan atau kesulitan yang datang menjelang? Siapkah kita sebagai manusia yang selalu dibuai dengan perasaan bahagia dihadapkan dengan kesulitan hidup? Masih cukupkah ilmu kita menghadapinya?
Analogi sederhana yang saya dapatkan dengan salah seorang teman ......cntoh jika pejabat ya, mereka setiap hari bener-bener dilayani apa-apanya, pas udah gak menjabat lagi, gimana mereka dengan mudah dan cepat bisa settled down dengan kehidupan baru mereka sebagai orang biasa? Wajar aja banyak post power syndrome kayak gitu.” Seperti itu kiranya yang ingin saya sampaikan. Bahwa kebahagiaan itu punya batas waktunya. Selain adanya dinamisasi kehidupan di mana kita diharapkan mampu menyeimbangkan seluruh aspek kehidupan kita, kita juga hendaknya mampu mempersiapkan diri kita menghadapi permasalahan hidup agar nantinya tidak menjadi stres, tertekan, bahkan sampai sakit jiwa.
Sederhana saja, untuk kali ini yang dapat saya katakan, bahwa kebahagiaan itu tidak akan abadi.
Bahwa, kebahagiaan juga punya jatuh tempo :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar